Kamis, 10 September 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (8)

Hijrah dan Persaudaraan

Setelah pelaksanaan Perjanjian Aqabah kedua selesai dan Rasulullah saw. telah berhasil mendirikan fondasi untuk negara Islam di tengah-tengah padang pasir yang penuh dengan kekafiran dan kebodohan, Rasulullah saw. mengizinkan kepada umat Islam untuk hijrah ke negeri tersebut.

Mendapat izin tersebut, para sahabat pergi hijrah ke kota Madinah secara berkelompok-kelompok. Mereka singgah di rumah-rumah kaum Anshar dan kaum Anshar pun dengan senang hati siap melindungi, menolong dan menghibur mereka.

"Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka itulah orang-orang yang beruntung." (al-Hasyr:9)

Hamzah r.a. adalah salah seorang yang berhijrah ke kota Madinah. Dia tinggal di rumah Kultsum bin al-Hidm (Sa'ad bin Khaitsamah). Ketika Rasulullah saw. datang ke kota Madinah, beliau mempersaudarakan para sahabat dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Rasulullah saw. bersabda, "Jalinlah tali persaudaraan di jalan Allah, laksana dua saudara kandung."

Salah satunya, Rasulullah saw. mempersaudarakam antara Hamzah bin Abdul Muthalib r.a., singa Allah dan Rasul-Nya saw. dengan Zaid bin Haritsah, pembantu Rasulullah saw. Zaid inilah orang yang mendapat wasiat dari Hamzah r.a. pada waktu perang Uhud.

Senin, 07 September 2009

Khotbah Umar Bin Abdul Aziz dalam Mengingatkan Kematian dan Usahanya Mencukupi Kebutuhan Rakyatnya


Umar berkhotbah pada manusia di sebuah kampung bernama Khunashirah, Syiria,

"Hai manusia, sesungguhnya kalian tidak diciptakan dalam keadaan sia-sia dan tidak ditinggalkan begitu saja tanpa guna. Kalian memiliki tempat kembali, yaitu akhirat. Di sana, Allah menerapkan dan memutuskan perkara di antara kalian dengan penuh keadilan. Karenanya, alangkah rugi dan menderitanya orang yang keluar dari rahmat Allah yang menyelimuti segala sesuatu, dan alangkah meruginya orang yang diharamkan masuk surga yang luasnya seluas langit dan bumi

Tidakkah kalian lihat bahwa kalian sedang berada dalam puing-puing peninggalan orang-orang yang telah mati. Selanjutnyapun, akan diwarisi oleh orang-orang setelah kalian. Sampai akhirnya akan jatuh ke tangan sebaik-baik orang yang mewarisi. Setiap hari, kalian melayat orang yang pergi menghadap Allah, orang-orang yang pergi karena memang telah sampai pada ajalnya, lalu kalian mengasingkannya dalam lubang tanah tanpa bantal dan tanpa alas kasur.

Ia berpisah dengan para kekasihnya, meninggalkan warisan, dan berhadapan dengan perhitungan dan menghuni tanah. Ia bergantung pada amalnya, tidak memerlukan harta yang ia tinggalkan, dan hanya membutuhkan amal yang telah ia ajukan.

Demi Allah, saat aku katakan perkataan ini, tidak ada dosa di antara kalian yang aku ketahui lebih banyak dari dosa yang menempel pada diriku. Karenanya, aku mohon ampunan Allah dan bertobat kepada-Nya. Tak ada seorang pun di antara kalian yang hajatnya sampai kepadaku kecuali pasti aku tutup hajar itu selama aku mampu. Jika ada di antara kalian yang hajatnya tidak cukup aku tutup dengan apa yang ada pada diriku, niscaya akan aku tutup dengan apa yang ada pada keluargaku, sampai kita semua hidup dalam kecukupan yang sama.

Demi Allah, jika aku mengharapkan selain kemewahan dan kemuliaan hidup sendiri, tentu lisanku akan mencelaku. Kitabullah berbicara dengan jelas memerintahkan aku untuk taat kepadanya dan melarangku berbuat maksiat padanya."

Umar lalu mengangkat ujung jubahnya dan meletakkan pada mukanya, kemudian menangis tersedu-sedu. Rakyatnya yang ada di sekitarnya pun ikut larus dalam tangis. Umar lalu berkata, "Kita memohon kepada Allah taufik-Nya, petunjuk-Nya, dan amal perbuatan yang diridhai-Nya."

Kamis, 03 September 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (7)

Melihat Malaikat Jibril a.s.

Pada suatu hari, ketika Hamzah r.a. sedang duduk bersama Rasulullah saw. Di dekat Ka’bah, Hamzah r.a. meminta kepada Rasulullah saw. Untuk diperlihatkan kepadanya Malaikat Jibril a.s. dalam bentuk aslinya.

Mendengar permintaan Hamzah, Rasulullah saw. Berkata kepadanya, “Sungguh engkau tidak akan mampu untuk melihatnya”. Hamzah r.a. menjawab, “Ya!!” Kemudian, Rasulullah saw. Berkata, “Duduklah di tempatmu.” Lalu Jibril a.s. turun di atas sebuah kayu yang berada di Ka’bah, tempat orang-orang musyrik biasa meletakkan baju mereka di atasnya ketika mereka thawaf di Ka’bah. Kemudian, Rasulullah saw. Berkata kepada Hamzah r.a. ., “Angkat pandanganmu dan lihatlah!” Ketika itu, Hamzah r.a. melihat Malaikat Jibril a.s. . Kedua telapak kakinya laksana permata hijau yang indah. Tak lam kemudian Hamzah r.a. jatuh pingsan.

Rabu, 02 September 2009

Keihlasan Khalid dan Abu Ubaidah


Cuaca panas terik di akhir bulan Jumadil Akhir. Pasukan Islam dibawah komando Khalid sedang menunggu-nunggu serangan pasukan Romawi. Saat itu Gregorius sudah bergabung dengan pasukan Islam setelah menyatakan syahadatnya.

Tiba-tiba terlihat dari kejauhan seorang utusan datang menuju tentara Islam. Kuda tunggangannya dipecut dengan laju seperti ada berita penting yang ingin disampaikan segera.

"seorang utusan dari Madinah yang bernama Munajamah bin zanim datang. Dia membawa surat dari khalifah." kata panglima Yazid.

Khalid bin Walid yang saat itu sedang memberi taklimat terakhir kepada para ketua pasukan Islam segera menangguhkan ucapannya.

"Biarkan utusan itu masuk. Pastilah ada hal penting dari khalifah yang mau disampaikan." katanya.

kemudian utusan itu masuk dan khalid menyambutnya

"selamat datang wahai Munajamah, utusan dari Khalifah. Pasti ada perkara penting yang mau disampaikan. Aku tidak sabar untuk mendengarnya." ujar Khalid

"Memang benar kata tuan. ada hal penting dari khalifah yang mau saya sampaikan. Karena persoalan ini sulit dan rahasia, lebih baik hanya Panglima saya yang mendengarnya." kata Munajamah

Khalid memerintahkan yang lain untuk keluar dari kemah.

"saya membawa dua berita sedih dan satu berita gembira. Berita mana yang perlu saya sampaikan dahulu?" tanya nya

"Dahulukan berita sedih supaya hati saya terobati oleh berita gembira" jawab khalid

"Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada 23 Jumadil akhir 13 Hijriah. Jenazahnya sudah dikebumikan bersebelahan dengan makam Nabi Muhammad."

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun..." ucap khalid. dia merasa sedih. air matanya berlinang..

"Tangguhkan dahulu berita sedih yang kedua, sampaikan kepada saya berita gembira" ujar khalid

"Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah Islam yang kedua dengan disetujui oleh semua penduduk Islam di Makkah dan Madinah." kata utusan itu

"Alhamdulillah" ucap khalid. "saya yakin Umar bin Khatab dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dia mampu meneruskan dasar pemerintahan yang diterapkan oleh Khalifah Abu Bakar"

"Boleh saya menyampaikan berita sedihnya?" tanya munajamah

"silakan" khalid bin walid bersedia mendengarnya

Munajamah menatap wajah khalid sambil berkata,
"saya harap tuan tidak terkejut dengan berita yang ingin saya sampaikan ini. Saya yakin tuan memiliki semangat yang kuat dan terbuka hati menerima kabar ini."

"Katakan saja karena saya ingin mendengarnya" balas khalid

"Umar bin Khattab selaku khalifah Islam memecatmu dari jabatan ketua panglima tentara Islam. Tempat tuan akan digantikan oleh panglima Abu Ubaidah (wakil khalid ketika itu). Ini surat perintah dari khalifah dan saya diamanahkan menyampaikannya kepada tuan."

Khalid bin walid membuka surat itu dengan tenang lalu membacanya. Wajahnya tidak menampakan perubahan

"Semua yang kita miliki di dunia ini hanya sementara. Kita harus ikhlas karena semua yang terjadi adalah dengan izin Allah. Karena itulah hati saya tidak marah atau sedih dengan keputusan khalifah Umar. Selain itu, dia salah seorang sahabat Nabi yang sudah dijamin masuk surga." kata Khalid bin Walid tenang

Subhanallah...

akhirnya mereka sepakat menjemput dan bertemu Abu Ubaidah. Abu ubaidah adalah sahabat Nabi yg shalih dan ikhlas. Dia menangis ketika mendengar khalifah Abu bakar meninggal. Terlebih ketika Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah, Abu Ubaidah menangis sekali lagi.

Kemudian ketika mengetahui Khalid bin Walid diberhentikan, dia terlihat semakin sedih. Setelah diberi tahu bahwa dia dilantik menjadi ketua panglima Islam untuk menggantikan Khalid, Abu Ubaidah menangis terisak-isak.

"Mengapa kamu menangis begini? apa tidak ada berita yang menggembirakan hatimu?" tanya khalid kepada Abu Ubaidah

"Bagaimana saya tidak sedih, kematian Khalifah abu Bakar adalah satu kehilangan besar, bukan saja kepada kita, tetapi kepada seluruh umat manusia" jawab Abu Ubaidah

"Mengapa tuan menangis ketika mendengar Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah?" tanya Munajamah

"Saya menangis karena gembira. Hanya Umar yang layak menggantikan Khalifah Abu Bakar. Pelantikan itu menjauhkan umat islam dari perpecahan perebutan jabatan khalifah" jawabnya

"Lalu mengapa engkau menangis ketika mengetahui saya dipecat oleh Umar?" tanya khalid

"Engkau berhati baja, berani, dan memiliki pengaruh di pasukan islam. Saya khawatir engkau menentang keputusan itu lalu meninggalkan medan perang. Akibatnya kita mengalami kekalahan karena hanya engkaulah yang layak membawa kemenangan." jelas Abu Ubaidah

"kemudian apakah pelantikanmu sebagai ketua panglima tidak menggembirakanmu?" tanya munajamah penasaran

"Saya malu menerima jabatan itu karena ada yang lebih layak dari saya di kalangan kita" jawab Abu ubaidah

kemudian Abu Ubaidah menyambung lagi, "saya teringat kata-katamu" Dia memandang Khalid bin Walid

"Jabatan bukanlah lambang kemegahan, tetapi tanggung jawab. Sekiranya tidak mampu ditunaikan, ia menjadi tanggung jawab di dunia dan akhirat. Saya merasa tidak layak memegang jabatan yang penting itu. Karena itulah saya menangis"

"Kita harus taat kepada perintah Umar, karena dia adalah khalifah" pesan khalid bin walid. "Dengan ini saya menyerahkan tugas sebagai ketua panglima tentara Islam kepada Panglima Abu Ubaidah bin Jarah"

"Saya menerima pelantikan ini sebagai amanah dari Allah, tetapi saya memiliki permintaan...." ujar Abu Ubaidah.

"Katakanlah, apa permintaanmu?" balas Khalid

"tentara kita sedang berhadapan dengan tentara Romawi. Biarkan mereka tetap berjuang. Saya minta berita ini tidak disampaikan kepada mereka sampai peperangan ini selesai"

"saya menyetujui permintaanmu" kata Khalid

"saya ada satu lagi permintaan" balas Abu Ubaidah

"teruskan.." balas khalid

"Walaupun saya jadi ketua penglima, tetapi engkau harus memimpin pasukan kita dalam menghadapi tentara Romawi. Engkau lebih berpengalaman. Teruskan siasatmu dan saya pasti mengikutinya" pinta abu Ubaidah

"Baiklah, saya setuju dengan permintaanmu. Saya berperang bukan karena Umar bin Khattab, tetapi karena Allah" Khalid tidak membantah

"terima kasih" ucap Abu Ubaidah dengan gembira. Hatinya lega karena Khalid tidak menolaknya

"Wahai munajamah, engkau datang kesini sebagai utusan bukan sebagai tentara. Karena itu saya perintahkan kamu untuk tidak mengikuti peperangan. Engkau duduk saja dalam kemah sampai peperangan selesai. Tangguhkan dulu kepulanganmu ke Madinah." kata khalid kepada Munajamah

Khalid bin walid dan abu Ubaidah keluar dari kemah seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka sengaja merahasiakan percakapan tadi demi menjaga perasaan dan semangat pasukan Islam agar tidak luntur dan dapat berjuang sepenuh hati.

"Ya Allah, Khalid bin Walid memang selayaknya dikaruniakan gelar Saifullah (pedang Allah)" kata Panglima Abu Ubaidah dalam hati

Selasa, 01 September 2009

Pasukan terbaik Thariq bin Ziyad


Sekarang kita ke zaman Umayah, saat itu Spanyol dipimpin oleh raja Gothic yang Zhalim bernama Raja Roderick. Saat itu salah seorang Gubernurnya memiliki anak yang cantik, yang kemudian diperkosa oleh sang raja. Rakyat banyak yang menderita, akhirnya Gubernur Julian beserta rakyat yang merindukan keadilan meminta pertolongan kepada Islam untuk menegakan keadilan di negerinya.

Saat itu pasukan Gothic berjumlah 200.000 orang, sementara panglima Islam Thariq bin Ziyad hanya membawa 12.000 pasukan. jumlah yang sedikit tidak menciutkan mereka. kemudian Thariq pun menyiapkan pasukan terbaiknya.

Thariq bin Ziyad meminta bantuan Amir untuk mengumpulkan semua prajurit yang ada. Setelah seluruh prajurit berkumpul, Thariq berkata kepada mereka,

"Allah telah membukakan pintu jihad di Andalusia bagi kita semua. Saya memerlukan 12ribu mujahidin untuk pergi bersama saya menjemput syahid."

Mendengar perkataan Thariq, seluruh prajurit yang hadir berdiri serentak sebagai tanda kesanggupan untuk pergi.

"Thariq, jumlah mereka terlalu banyak, sedangkan kita hanya memerlukan 12 ribu orang saja. Bagaimana cara kita memilihnya?" tanya Amir sang wakil Thariq.

Thariq bin Ziyad terlihat berpikir sejenak. Kemudian dia pun berkata, "Saya hanya akan memilih yang terbaik diantara kamu."

"Semua prajurit kita adalah yang terbaik. Mereka telah berpengalaman berperang dan sanggup mati syahid." bisik Amir.

Kemudian, Thariq bin Ziyad berkata, "Siapakah di antara kalian yang pernah meninggalkan shalat fardhu lima waktu silakan duduk kembali."

Mendengar perintah itu, separuh prajurit yang berdiri, duduk kembali sebagai pengakuan bahwa mereka pernah meninggalkann salah satu dari shalat fardhu lima waktu.

Lalu, Thariq bin Ziyad berkata lagi, " Siapakah diantara kalian yang pernah meninggalkan shalat tahajud dan witir silakan duduk kembali.'

Separuh lagi dari prajurit yang berdiri itu duduk kembali. " Mereka adalah prajurit terbaik yang saya maksud," bisik Thariq bin Ziyad kepada Amir

dan dengan 12000 pasukan ini, dibantu oleh penduduk Spanyol yang bosan dengan kedzaliman, dengan izin Allah mereka menaklukan Sevilla, Cordoba, Malaga, Granada, bahkan hingga Portugal. Darah rakyat pun tidak ada yang tertumpah, karena mereka dengan sukacita menyambut datangnya keadilan.. Subhanallah...

Sabtu, 29 Agustus 2009

sepotong kisah di Yarmuk

Suasana di Yarmuk pagi itu cukup menegangkan. Kedua pasukan sudah saling berhadapan. Pasukan itu adalah pasukan Islam 40.000 orang dibawah komando Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah sementara pasukan yang satunya adalah pasukan Romawi 240.000 orang dibawah pimpinan jenderal Theodore.

Tradisi sebelum perang dimulai adalah mengadakan pertandingan satu lawan satu.

"Majukan prajurit terbaikmu, kita adakan pertandingan satu lawan satu. Kalian akan merasakan kehebatan prajurit Roma yang terbaik!" tantang Theodore.

Saat itu pasukan Islam diwakilkan oleh Yazid untuk berhadapan dengan wakil dari Roma. Kemudian takdir Allah memenangkan Yazid.

Tiba-tiba muncul seorang prajurit yang maju membawa panji-panji pasukan Romawi. Prajurit berbaju zirah itu maju dengan gagah berani. Serentak bersamaan dengan majunya lelaki tersebut, seluruh pasukan Romawi terdengar gemuruh sorak dan tepuk tangan. Tampaknya lelaki tersebut adalah seorang prajurit andalan yang sangat dikagumi oleh para prajurit Romawi karena keberanian dan kehebatannya. Majunya lelaki tersebut membuat seluruh prajurit yakin bahwa kemenangan akan mereka raih.

"Nama saya Gregorius Theodorus, dalam bahasa arab disebut Jirjah Tudur. Saya belajar bahasa arab dari suku Ghasan. Saya ingin menantang Khalid bin Walid bertanding satu lawan satu!"

Khalid bin Walid segera turun dari kuda, "Wahai kepala besi, saya terima tantanganmu!"

Khalid bin Walid memanggilnya kepala besi karena kepala prajurit Romawi itu memakai penutup kepala dari besi, sedangkan ia hanya memakai sorban. Kemudian keduanya terlibat pertarungan sengit.

Ditengah denting pedang keduanya, tiba-tiba Gregorius bertanya kepada Khalid, "Bisakah kita berhenti sebentar?"

"Mengapa kita harus berhenti?" Khalid bertanya balik

"Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu Khalid, aku minta engkau menjawab pertanyaanku dengan jujur" pinta Gregorius dengan nada tegas

"silakan" balas khalid

"Benarkah engkau mendapat julukan sebagai pahlawan Pedang Allah?"

"Benar"

"Benarkah Tuhanmu turun dari langit dengan membawa sebilah pedang lalu diserahkannya kepadamu?"

"Itu kabar bohong" jawab khalid tegas

"Lalu mengapa saudara dijuluki pahlawan Pedang Allah?"

"Tuhan kami mengutus seorang Rasulullah Muhammad kepada negeri kami. Awalnya saya juga penentangnya, tetapi kemudian saya mendapat petunjuk dari Allah dan saya menjadi pendukungnya. Pada suatu hari Rasulullah bersabda tentang saya, katanya saya adalah sebilah pedang dari pedang-pedang Allah yang terhunus kepada kaum musyrik" jelas khalid

"Rasulullah berdoa kepada Allah SWT agar saya selalu diberi kemenangan ketika berperang untuk menegakkan agamanya. Karena itulah akhirnya saya dijuluki sebagai Pedang Allah."

"Apa yang engkau serukan kepada manusia semasa menjalankan tugas yang dibebankan kepadamu sebagai panglima perang, khalid?"

"saya menyeru agar mereka mau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah"

"Bagaimana jika mereka menolak seruanmu, khalid?" tanya Gregorius penuh rasa ingin tahu

"Mereka harus membayar jizyah/pajak"
(seperti kita ketahui, khalid menerapkan jizyah sebesar 1 dirham atau Rp 40.000 per bulan kepada warga persia. Saat itu warga persia yang tidak bersedia masuk islam pun bersuka cita, karena pajaknya jauh lebih kecil daripada Raja mereka terdahulu. Bahkan sepertinya jauh lebih kecil daripada pajak kita sekarang)

"Bagaimana jika mereka tidak mau juga?" lanjut Gregorius

"Kami akan memerangi mereka"

Melihat kedua panglima tersebut asyik bercakap ditengah medan laga, timbul tanda tanya diantara kedua pasukan. mereka menafsirkan menurut versinya masing-masing.

"Mungkin khalid sedang berunding dengan lawannya, kita biarkan saja mereka" gumam seorang prajurit

"Gregorius adalah seorang yang bijak, mungkin dia sedang bernegosiasi dengan Khalid" ujar Theodore. walau dihatinya tetap bertanya-tanya mengapa mereka berbicara lama sekali.

Mereka pun lanjut bertarung, walau sudah tidak seseru pertandingan sebelumnya.

kemudian sekali lagi pertandingan berhenti

"Khalid, saya ingin bertanya lagi"

"silakan" jawab khalid

"Jika hari ini ada orang menerima seruanmu dan memilih tawaran pertama yang engkau tawarkan tadi, bagaimana derajat orang itu di kalangan orang Islam?"

Khalid bin Walid terkejut. dia mulai paham mengapa Gregorius banyak bertanya. Khalid memuji Allah SWT dalam hatinya, sungguh hanya Allah-lah yang berkuasa untuk melembutkan hati hamba-Nya yang keras.

"Kedudukan setiap muslim itu sama. Islam tidak membedakan derajat seseorang berdasarkan kemuliaan, kehinaan, kemiskinan, atau kekayaan" jawab khalid

"Apakah orang yang baru memeluk Islam pada hari ini juga mendapat pahala dan kedudukan yang sama dengan saudara di sisi Tuhan?

"Gregorius, bahkan mereka lebih mulia dari kami, begitu menurut sabda Rasulullah" terang khalid

"Mengapa mereka yang baru masuk Islam lebih mulia, padahal kalian terlebih dahulu memeluk Islam?"

kemudian khalid menjawab,
"Kami pernah hidup bersama Rasulullah dan bisa melihat langsung kemuliaan dan mukjizat yang dimilikinya. Jadi, jika kami beriman kepada Allah itu wajar saja karena kami menyaksikan sendiri kebesarannya. Tetapi bagi mereka yang belum pernah bertemu Rasulullah, lalu menerima dan memeluk Islam dengan ikhlas, sungguh mereka lebih dimuliakan daripada kami"

"Benarkah yang kau katakan Khalid? Engkau tidak berbohong dan tidak sedang membujuk saya?" lanjut Gregorius.

Kemudian Gregosius berkata,
"Demi Tuhan, saya menyambut seruanmu Khalid, Asyhadualla ilaahaillallahu wa asyhadu anna muhammadarrasulullah... saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah..."

Allahu Akbar!

"Alhamdulillah. Gregorius saat ini engkau adalah saudara kami. Dan engkau tidak boleh kami bunuh" sambut khalid

keduanya saling bersalaman dan berpelukan. semua prajurit merasa aneh dengan kejadian tersebut. Mereka bertanya dalam hati apakah yang sebenarnya terjadi di tengah medan laga itu.

*dari buku khalid bin walid pedang allah yang terhunus

Jumat, 28 Agustus 2009

Suatu saat di camp pasukan Romawi

Perang Yarmuk baru saja usai dengan kemenangan gilang gemilang tentara Islam melawan Romawi. Saat itu tentara Islam berjumlah 40.000 orang dimana romawi berjumlah 240.000.

Sebelumnya kekuatan dunia ada pada dua Negara superpower, yakni Persia dan Romawi. Persia baru saja berhasil dibebaskan melalui panglima besar Islam, Khalid bin Walid

Maharaja Hercules (Heracles) menyambut kepulangan tentaranya dengan murka. Ia merasa sangat malu.

“Kalian adalah tentara yang tidak berguna! Bagaimana kalian bisa dikalahkan oleh tentara islam? Bukankah mereka seperti kamu juga, berasal dari golongan manusia?”

Marahnya tidak tertahankan. Kekalahan itu membuat dirinya malu. Hatinya sangat sakit ketika tentara Romawi kalah di tangan tentara Islam. Karena ia berpikir bahwa tentara Islam tidak memiliki kelebihan apapun. Tentara Islam tidak sebanding dengan tentaranya. Namun yang pasti adalah tentara Islam itu berhasil mengalahkan tentaranya!

“Benar Tuanku” Jawab Vartanius, pengganti Jenderal Theodore (adik dari Heracles) yang terbunuh oleh Khalid bin Walid ra. Dia terlihat sedikit takut dengan kemarahan yang terlihat jelas di wajah Maharaja Heracles.

“Pasukan mana yang lebih banyak diantara kalian?” Tanya Maharaja Hercules lagi. Kemarahannya semakin memuncak.

“Jumlah kami lebih banyak dari mereka” jawab Vartanius sambil menundukan kepalanya. Dia benar-benar takut untuk menyatakan kebenaran. Namun itulah kenyataannya. Dia sendiri heran bagaimana tentara Islam yang sedikit itu mampu mengalahkan mereka yang jumlahnya lebih banyak.

“Tentara Islam benar-benar hebat!” Dalam diam Vartanius mengakui kebenaran itu.

“Senjata siapa yang lebih hebat dan banyak?” Maharaja Hercules terus bertanya. Perasaan kesalnya memuncak, apalagi setelah mengetahui jumlah tentaranya lebih besar, berhasil dikalahkan oleh tentara Islam yang lebih kecil jumlahnya.

“Senjata kami lebih banyak dan hebat” Jawab Vartanius. Saat itu bahkan Romawi menurunkan pasukan gajahnya.

Suaranya yang bergetar ketakutan jelas terdengar. Dia benar-benar takut apa yang dikatakannya bias menambah kemarahan Maharaja Hercules

“Bagaimana kalian bisa kalah?” teriak Maharaja Hercules

Suaranya bergema. Tubuh panglima Vartanius terdorong ke belakang. Hatinya seperti mau luruh!
Vartanius hanya diam. Dia tidak berani lagi membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Maharaja Hercules. Kedua bibirnya bagai terkunci rapat. Tubuhnya mulai dibanjiri keringat.

“Adikku, panglima Theodore turut terbunuh. Tentara kita banyak yang mati. Kita dikalahkan tentara Islam. Mengapa semua ini bisa terjadi?” Tanya Maharaja Hercules lagi.

Perasaan kecewa mulai menyelinap ketika teringat adiknya yang mati. Hatinya juga sakit ketika mengenang kekalahan yang mengorbankan banyak tentaranya. Dia mengeluh dengan kuat.

“Mengapa semua ini terjadi?” jeritnya lagi

Tidak ada seorang pun yang berani menjawab pertanyaannya. Panglima Vartanius juga tidak mampu memberikan alasan. Untuk menatap wajah Maharaja Hercules pun ia tidak berani karena kemarahan yang terlihat di wajahnya.

Tiba-tiba berdiri seorang tentara yang paling tua

“Tuanku, tentara kita berperang dengan suatu kaum yang berpuasa pada siang hari dan beramal ibadah pada waktu malam. Mereka berpegang teguh pada janji, saling berkasih sayang sesame mereka bagaikan saudara. Mereka senantiasa mengerjakan kebaikan dan tidak melakukan kemungkaran.” Dia berkata dengan jujur

“Sedangkan tentara kita suka minum arak, melakukan zina, selalu ingkar janji, suka berbuat jahat, dan melakukan kezaliman. Karena itulah kita kalah” Dia menguatkan diri agar dapat mengatakan hal itu di hadapan Maharaja Hercules. Walaupun sedikit gemetar karena ketakutan, tetapi dia dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya dengan baik.

Maharaja Hercules diam. Dalam hatinya, dia mengakui kebenaran kata-kata lelaki tua itu.

“Dari awal saya ingin berdamai, tetapi kalian bersikeras ingin berperang dengan mereka! Inilah balasannya!” Begitu kata Maharaja Hercules

Referensi : Khalid bin Walid, pedang Allah yang terhunus karya Abdul latip Talib.

Selasa, 25 Agustus 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (6)

Kemenangan yang nyata

Dengan masuk Islam Hamzah r.a., menjadi sejarah pertama bahwa harga diri seorang budak tidak boleh dilecehkan oleh majikannya. Allah SWT. menghendaki kemuliaan agama Islam dengan sebab Hamzah r.a. masuk Islam. Oleh karena itu, Allah membuka hati Hamzah untuk masuk Islam dan berpegang teguh kepada fondasi agama yang kuat. Hal itu juga menjadikan kaum Muslimin bisa memandang dirinya mulia.

Selain itu, dengan ke-Islaman Hamzah r.a. orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Rasulullah saw. Telah kuat dan mampu melakukan perlawanan karena Hamzah yang akan melawannya. Hal itu membuat mereka menghentikan sebagian perbuatan jahat yang telah mereka lakukan terhadap Rasulullah saw..

Hamzah r.a. memang tidak mampu mencegah semua bentuk penyiksaan kaum Quraisy. Namun dengan ke Islaman Hamzah r.a., bisa menjadi pelindung bagi banyak orang untuk masuk ke dalam agama Allah. Tidak dapat dimungkiri, bahwa ke-Islaman Hamzah r.a. benar-benar merupakan kemenangan yang nyata bagi Islam dan pengikutnya.

Selasa, 18 Agustus 2009

Suatu hari di Mekah

Muhammad bin Abdullah menyatakan dirinya Nabi dan Rasul utusan Allah swt. Mendengar itu, Abdullah bin ‘Utsman –lebih masyhur dengan panggilan kuniyahnya: Abu Bakar—menemui Rasulullah saw. untuk menyatakan keimanannya keada Rasulullah saw. Setelah berhadapan dengan Rasulullah saw., Abu Bakar berkata, “Wahai Abu Al-Qasim –ini kuniyah Rasulullah saw.–, engkau tampaknya tidak mendapat dukungan dari kaummu, dan mereka menuduhmu telah menghina nenek moyang mereka dan tidak menghormati pandangan dan keyakinan mereka.”

Rasulullah saw. menjawab, “Aku ini Rasulullah. Dan aku akan mendoakanmu kepada Allah.”

Setelah Rasulullah saw. selesai berdoa, Abu Bakar menyatakan diri masuk Islam. Betapa bahagianya Rasullah saw. atas masuk Islamnya Abu Bakar. Setelah itu Abu Bakar pergi. Ia menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awam, Sa’ad bin Abi Waqash. Abu Bakar mengajak mereka masuk Islam. Mereka semua menyatakan keislamannya.

Keesok harinya Abu Bakar mendatangi Utsman bin Mazh’un dan Abu Ubaidah bin Jarah. Abu Bakar mengajak keduanya masuk Islam. Kedua orang ini pun masuk Islam.

Ketika para sahabat telah berjumlah 38 orang, Abu Bakar mendesak Rasulullah saw. untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan. Mendengar pemintaan itu, Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Abu Bakar, golongan kita jumlahnya masih sangat sedikit.”

Namun Abu Bakar terus-menerus mendesak Rasulullah saw. untuk berdakwah secara terang-terangan, sehingga pada akhirnya Rasulullah saw.pun setuju melaksanakannya. Para sahabat menyebar di berbagai penjuru Masjidil Haram. Setiap kelompok dipimpin oleh satu orang. Kemudian Abu Bakar berpidato di hadapan orang-orang, sementara Rasulullah saw. duduk memperhatikannya.

Abu Bakar adalah orang yang pertama kali berpidato di hadapan khalayak ramai. Ia secara terang-terangan mengajak khalayak ramai untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mendengar itu, kaum musyrikin marah. Mereka mengumpat dan mencaci maki Abu Bakar dan kaum muslimin secara umum. Lalu mereka beramai-ramai memukuli kaum muslimin yang bertebaran di penjuru masjid. Mereka juga memukuli Abu Bakar.

Utbah bin Rabi’ah menghampiri Abu Bakar, lalu menghantamkan kedua sandalnya ke wajahnya. Utbah melempar sendalnya dan mengenai perut Abu Bakar.

Abu Bakar menerima banyak pukulan di sekujur tubuhnya. Hidung dan wajah Abu Bakar bersimbah darah. Untung, Bani Taim menolongnya. Orang-orang yang memukulinya pun berhamburan menjauhi Abu bakar. Bani Taim membawa Abu Bakar ke rumahnya. Setelah yakin Abu Bakar tidak tewas, mereka kembali ke Masjidil Haram mendatangi orang-orang musyrikin.

Kepada orang-orang musyrikin, Bani Taim berkata, “Demi Allah, seandainya Abu Bakar mati, niscaya kami akan membunuh Utbah.” Setelah itu mereka kembali melihat kondisi Abu Bakar sambil melontarkan caci makian kepada Utbah. Mereka berpesan kepada Ummu Khair binti Shakhar bin ‘Amir, ibunda Abu Bakar, “Tolong perhatikan, apakah engkau memiliki makanan dan minuman untuknya.”

Setelah orang-orang Bani Taim pergi, Ummu Khair menghampiri Abu Bakar, Abu Bakar bertanya kepada ibunya, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw.?” Ibunya menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengenal temanmu itu.” Lalu Abu Bakar berkata, “Tolong Ibu pergi ke rumah Ummu Jamil bin Al-Khaththab. Tanyakan kepadanya tentang keberadaan Rasulullah saw.”

Ummu Khair segera pergi menemui Ummu Jamil. Kepada Ummu Jamil, ia berkata, “Abu Bakar memintaku untuk menanyakan kepadamu tentang keberadaan Muhammad bin Abdullah.” Mendengar itu Ummu Jamil menjawab, “Aku tidak kenal dengan Abu Bakar dan Muhammad bin Abdullah. Tetapi, jika engkau tidak keberatan untuk membawaku ke hadapan anakmu, maka lakukanlah.” “Baiklah,” tukas Ummu Khair.

Kemudian kedua wanita itu pergi mendatangi Abu Bakar yang ketika itu sedang merintih kesakitan. Melihat hal itu, Ummu Jamil menjerit sehingga mengagetkan Abu Bakar. “Demi Allah, suatu kaum telah melakukan tindakan yang tidak terpuji, yang biasa dilakukan oleh orang-orang fasik dan orang-orang musyrik. Aku berharap semoga Allah membalas perlakuan mereka terhadapmu,” kata Ummu Jamil.

Namun, Abu Bakar justru bertanya tentang keadaan Rasulullah saw. “Bagaimana keadaan Rasulullah?” Ummu Jamil menjawab, “Ini ibumu, dengarkanlah.” Kemudian Abu Bakar bertanya, “Apakah ibu tidak mengetahui keadaannya?” Maka Ummu Jamil berkata, “Beliau selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan beliau.” Lalu Abu Bakar bertanya, “Dimana dia sekarang?” “Beliau ada di rumah Al-Arqam,” jawab Ummu Jamil. Mendengar jawaban ini Abu Bakar berkata, “Allah telah melarangku menikmati makanan dan minuman sebelum bertemu dengan Rasulullah saw.”

Kemudian setelah situasi sudah tenang dan jalanan telah lenggang, Ummu Jamil dan Ummu Khair secara diam-diam memapah Abu Bakar hingga sampai ke hadapan Rasulullah saw.

Rasulullah saw. dan semua kaum muslimin yang tengah berada di tempat itu segera menyambut Abu Bakar dan berkumpul mengelilinginya. Rasulullah begitu sedih dan prihatin melihat kondisi Abu Bakar yang babak-belur. Abu Bakar berkata, “Aku tidak merasakan apa-apa selain perasaan sakit akibat pukulan yang dilakukan orang-orang musyrikin di atas wajahku. Inilah ibuku yang telah menyelamatkan anaknya, dan engkau orang yang paling diberkati. Karena itu, aku berharap sudilah kiranya engkau memintanya untuk beriman kepada Allah dan berdoa kepada Allah dengan harapan Allah menyelamatkannya dari api neraka.”

Rasulullah saw. pun berdoa untuk keselamatan Ummu Khair, lalu mengajaknya untuk masuk Islam. Ummu Khair, ibunda Abu Bakar, pun masuk Islam. Mereka tinggal bersama Rasulullah saw. di rumah Al-Arqam selama sebulan. Ya, seluruh kaum muslimin yang berjumlah 39 orang berkumpul di rumah Al-Arqam selama sebulan.

Pada hari Abu Bakar mendapat siksaan kaum musyrikin, Hamzah bin Abdul Muthalib menyatakan dirinya masuk Islam. Kemudian Rasulullah saw. berdoa kepada Allah swt. untuk keislaman Umar bin Khaththab dan Abu Jahal bin Hisyam. Ternyata yang masuk Islam adalah Umar bin Khaththab. Rasulullah saw. memanjatkan doa itu hari Rabu dan keesokan harinya di hari Kamis Umar menyatakan diri masuk Islam.

Mendengar kalimat syahadat dari lisan Umar, Rasulullah saw. mengumandangkan takbir. Segenap kaum muslimin yang berada di rumah Arqam pun ikut bertakbir, sehingga gemanya terdengar sampai dataran tinggi kota Mekkah.

Pada suatu hari Umar berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, kenapa kita mesti bersembunyi-sembunyi mendakwahkan dan menjalankan agama kita, padahal agama kita itu agama yang benar, sementara mereka (orang-orang musyrikin) berani secara terang-terangan mendakwahkan agama mereka padahal agama mereka itu batil?”

Rasulullah saw. menjawab, “Jumlah kita masih sedikit dan kamu telah menyaksikan penderitaan yang kami terima akibat menyatakan keimanan.”

Kemudian pada suatu hari Umar pergi thawaf di Baitullah. Ia berpapasan dengan kaum Quraisy yang ternyata sedang menunggu kedatangannya. Ketika Umar lewat di hadapan mereka, Abu Jahal bin Hisyam spontan bertanya kepadanya, “Seseorang telah menerangkan bahwa kamu telah berpaling dan meninggalkan agamamu?” Umar menjawab, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Mendengar jawaban itu, kaum musyrikin dengan serta merta melompat dan menyerang Umar. Namun Umar dengan cepat melompat dan balas menyerang Utbah bin Rabi’ah. Umar berhasil menamparkan jari-jari tangannya ke arah dua mata Utbah. Utbah menjerit kesakitan.

Melihat kejadian itu, orang-orang musyrikin lari ketakutan. Mereka menghindari diri dari serangan Umar. Akhirnya tidak ada seorang pun yang berani mendekati Umar. Mereka lari menjauhi Umar. Kemudian Umar mendatangi tempat-tempat pertemuan yang pernah didatanginya yang dulu ia di sana membicarakan berbagai macam kekufuran. Kali ini ia datang ke sana untuk menjelaskan tentang keimanan.

Setelah melakukan itu semua, Umar mendatangi Rasulullah saw. secara terang-terangan. Orang-orang Quraisy hanya bisa melihat dari kejauhan. Kepada Rasulullah saw., Umar berkata, “Demi Allah, tidak ada satu majelis pun yang pernah aku datangi pada masa lalu di mana di dalamnya dibicarakan masalah kekufuran, melainkan aku telah menjelaskan di dalamnya tentang masalah keimanan tanpa ada rasa takut dan khawatir sedikitpun.”

Kemudian Rasulullah saw. pergi didampingi Umar dan Hamzah bin Abdul Muthalib untuk melaksanakan thawaf di Baitullah. Beliau mengerjakan shalat Zhuhur secara terang-terangan, dan setelah itu Rasulullah saw. pun pulang ke rumahnya.

Kamis, 13 Agustus 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (5)

Hamzah r.a. Berada di jalan yang benar

Ketika malam tiba, Hamzah r.a. merasa sangat gelisah. Ia tidak pernah merasakan kegelisahan seperti yang terjadi pada malam itu. Mungkin itu terjadi karena bisikan setan dan terlalu banyak beban yang ia pikirkan. Ketika datang waktu pagi, ia pergi mendatangi Rasulullah saw. dan bertanya kepadanya, “Keponakanku, aku sedang berada dalam sebuah masalah yang sepertinya tidak ada jalan keluarnya. Beritahukanlah kepadaku apa yang tidak aku ketahui. Apakah itu sebuah petunjuk atau malah kesesatan yang jauh? Katakanlah, karena aku sangat menginginkan kamu mengatakannya kepadaku, keponakanku!”.

Kemudian, Rasulullah saw. mendekati Hamzah seraya mengingatkan, menasihati, dengan adanya neraka dan memberikan kabar gembira dengan adanya surga. Akhirnya, Allah SWT. menganugerahkan keimanan ke dalam hati Hamzah terhadap apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.

Dengan izin Allah SWT, Hamzah r.a. mengucapkan syahadat dengan sungguh-sungguh, penuh kemantapan, serta keyakinan yang teguh, “Aku bersaksi dengan sebenar-benarnya, bahwa engkau itu benar. Maka siarkanlah agamamu, keponakanku! Demi Allah, aku tidak ingin langit menaungiku sementara aku masih memeluk agamaku yang dahulu.”

Minggu, 02 Agustus 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (4)

Berpikir dan Merenung

Setelah kejadian tersebut, Hamzah r.a. kembali ke rumahnya. Kemudian, setan datang menggoda dan berkata kepadanya, “ Kamu adalah pemimpin Quraisy! Kenapa kamu mengikuti ajaran anak laki-laki itu (Muhammad) dan meninggalkan agama nenek moyangmu? Sepertinya kematian itu lebih baik bagi mu dari apa yang telah kamu perbuat.”

Kemudian, Hamzah r.a. berbalik bertanya kepada dirinya sendiri, “Apa yang telah aku perbuat?” Lalu ia mengulang-ngulang memori dalam pikirannya tentang kejadian yamg baru saja terjadi. Bagaimana ia menyatakan keislamannya? dan kapan?

Hamzah r.a. menyatakan beriman dalam keadaan spontan karena perasaan antusias, bercampur marah, dan atas dorongan emosi. Ia merasa sakit hati ketika keponakannya disiksa dan diperlakukan tidak adil, tanpa ada seorang pun yang menolongnya. Oleh karena itu, ia sangat marah. Demi menjaga kemuliaan Bani Hasyim, ia berani melukai kepala Abu Jahal dan berteriak menyatakan masuk Islam di hadapannya. Memang pada kenyataannya ia tidak pernah meragukan kebenaran dankesucian tujuan keponakannya, Muhammad saw.. Akan tetapi, apakah mungkin, seseorang dapat dengan mudahnya menerima agama baru dengan semua bentuk tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam waktu sekejap dan dalam keadaan emosi seperti yang ia lakukan.

Hamzah r.a. adalah sahabat yang terkenal memiliki akal yang cerdas dan kecondongan hati yang lurus. Karena itu, dalam setiap masalah ia selalu berusaha untuk menyelesaikan dengan pikiran yang jernih dan dengan pertimbangan yang matang.

Akhirnya, ia menghadapkan wajahnya ke langit. Dengan keadaan merendahkan diri dan sepenuh hati, ia memohon kepada Allah SWT. Dan berdoa, “Ya Allah ya Tuhanku, jika ini adalah petunjuk dari-Mu maka teguhkanlah hatiku. Namun jika bukan, maka tunjukkanlah hamba-Mu ini jalan keluar yang terbaik.”

Rabu, 29 Juli 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (3)

Kisah Masuk Islam Hamzah r.a.

Pada suatu hari , Abu Jahal Abu al-Hakam Amr bin Hisyam bertemu dengan Rasulullah saw. di dekat bukit Shafa. Karena kebenciannya terhadap Islam, Abu Jahal menyakiti dan mencaci Rasulullah saw.. Selain itu, ia juga menghina dan merendahkan Islam serta ajarannya. Namun, Rasulullah hanya diam dan tidak menghiraukannya.

Melihat tidak ada respon dari Rasulullah, Abu Jahal memukul kepala beliau dengan batu dan melukainya hingga kepalanya mengalirkan darah. Kemudian, Abu Jahal pergi meninggalkan Rasulullah saw. Menuju tempat perkumpulan kaum Quraisy di dekat Ka’bah dan duduk bersama mereka.

Di saat yang bersamaan, seorang budak milik Abdullah bin Jad’an yang tinggal di bukit Shafa mendengar dan melihat kejadian tersebut. Kemudian, ketika ia menjumpai Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. yang pada saat itu masih musyrik seperti kaumnya, kebetulan ia baru saja kembali dari berburu dan masih membawa anak panah. Budak itu langsung menceritakan kepada Hamzah tentang kejadian yang ia lihat dan juga perlakuan buruk Abu Jahal terhadap Rasulullah saw..

Mendengar berita itu, Hamzah r.a., yang pada saat itu merupakan seorang pemuda terkuat dan paling tangguh di kalangan Quraisy, sangat marah.
Ia langsung pergi mengejar Abu Jahal. Tidak ada seoang pun yang diincarnya kecuali Abu Jahal, dan jika saja ia bertemu Abu Jahal maka ia akan langsung menghajarnya.

Ketika Hamzah memasuki Masjidil Haram, ia melihat Abu Jahal sedang duduk ditengah-tengah kaumnya. Lantas, dengan sigap, Hamzah segera berjalan menuju tempat Abu Jahal duduk, dan setelah ia berdiri tepat di hadapan Abu Jahal, ia mengambil anak panah dan menusuk Abu Jahal dengan anak panah tersebut hingga melukainya. Kemudian, Hamzah r.a. berkata, “Kenapa kamu mencaci Muhammad padahal aku berada dalam agamanya. Aku membenarkan apa yang ia katakan. Ingatlah, lawanlah aku jika kamu menganggap dirimu pemberani!!”

Melihat hal tersebut, beberapa orang dari Bani Makhzum, yaitu penduduk satu daerah dengan Abu Jahal menjadi marah, dan mereka mencoba menghentikan pukulan Hamzah untuk menolong Abu Jahal dari serangan Hamzah berikutnya, sambil berkata, “Hamzah! Kami menganggapmu telah keluar dari golongan kami.”

Mendengar perkataan itu, Hamzah r.a. segera menjawab,”Siapa saja yang melarangku, sungguh jelas balasannya nanti. Karena aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan apa yang ia katakan adalah kebenaran, maka aku tidak akan memusuhinya. Halangilah diriku jika kamu menganggap dirimu orang yang benar.”

Akhirnya, Abu Jahal berkata, ”Tinggalkan Abu Umarah! Memang aku telah menghina keponakannya dengan hinaan yang sangat buruk.

Senin, 27 Juli 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (2)

Lamaran Hamzah kepada Khadijah untuk Rasulullah saw.

Khadijah binti Khuwailid adalah seorang pengusaha wanita yang memiliki kemuliaan dan kekayaan. Khadijah mempekerjakan para kaum lelaki dengan system bagi hasil. Ketika Khadijah mendengar berita tentang kejujuran, kesungguhan Nabi dalam mengemban amanah, serta kemuliaan budi pekertinya, Khadijah langsung meminta Nabi untuk pergi ke negeri Syam dengan membawa barang dagangannya,dengan ditemani pembantunya yang bernama Maysarah. Selain itu, ia juga memberikan Rasulullah saw. Kepercayaan yang lebih dibandingkan kepercayaannya kepada pekerja lainnya.

Rasulullah saw. Menerima tawaran Khadijah dan pergi berdagang dengan barang dagangan tersebut bersama Maysarah, hingga sampai di negeri Syam. Sesampainya di sana, Rasulullah berteduh di bawah pohon yang dekat dengan tempat bertapa para pendeta. Ketika Rasulullah sedang beristirahat, seorang pendeta menghampiri Maysarah dan bertanya kepadanya,”Siapa laki-laki yang sedang berteduh di bawah pohon itu?” Maysarah menjawab,”Laki-laki itu adalah orang Quraisy dari tanah Haram.” Mendengar jawaban tersebut , pendeta itu langsung berkata kepada Maysarah, ”Lelaki yang sedang berteduh di bawah pohon itu adalah seorang Nabi.”

Di negeri Syam, Rasulullah saw. menjual dagangan yang beliau bawa dan juga membeli barang-barang yang beliau inginkan.

Ketika Rasulullah saw. kembali ke kota Mekah, beliau langsung menghadap Khadijah r.a. dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda. Tanpa sepengetahuan Rassulullah, Maysarah menceritakan kepada perkataan seorang pendeta tentang Rasulullah dan kejadian-kejadian luar biasa yang ia lihat pada diri Rasulullah saw.

Khadijah r.a. adalah seorang wanita yang tegas, mulia, cerdas, serta memiliki sifat-sifat mulia lainnya. Ketika Maysarah menceritakan kepadanya tentang berbagai kelebihan yang ada pada diri Rasulullah seraya berkata kepadanya,”Sepupuku…!, sungguh aku suka kepadamu karena sifat kekerabatanmu, kemuliaanmu di antara kaummu, sifat amanah , keluhuran budi pekerti dan kejujuran bicaramu”. Khadijah mengungkapkan rasa kagumnya kepada Rasulullah saw. Padahal ia adalah seorang wanita Quraisy yang paling tinggi kedudukannya, baik dari segi keturunan maupun kekayaan. Sebenarnya banyak sekali lelaki dari kaum Quraisyy yang ingin melamar Khadijah.

Setelah Khadijah mengungkapkan isi hatinya kepada Rasulullah, Rasulullah langsung menyampaikan hal tersebut kepada paman-pamannya. Walaupun sebagai seorang paman, Hamzah r.a. mengenal Muhammad bukan hanya sebagai keponakan saja, tetapi juga ia mengenal Muhammad sebagai seorang saudara dan teman dekat. Karena Rasulullah dan Hamzah merupakan satu generasi dan umur mereka berdekatan sehingga mereka tumbuh, bermain dan menjalin persaudaraan dalam kebersamaan.

Dengan kedekatannya itu, Hamzah r.a. langsung merespon apa yang Rasulullah ungkapkan dan langsung menemaninya untuk mendatangi Khuwailid bin Asad dengan maksud meminang putrinya untuk Rasulullah saw. Dengan lamaran tersebut Rasul menikahi Khadijah.

Minggu, 26 Juli 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (1)

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a.
Pemimpin Para Syuhada’ dan Paman Nabi saw.


Siapakah dia?

Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayy, keturunan asli suku Quraisy dari keluarga Bani Hasyim. Hamzah adalah seorang pahlawan medan pertempuran, singa Allah dan Rasul-Nya saw. Selain itu, ia juga merupakan paman Nabi saw dan saudara susunya, karena keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah maulah(1) Abu Lahab. Hamzah biasa dipanggil dengan nama Abu Umarah dan Abu Ya’la.

Ibunda Hamzah bernama Halah binti Uhaib bin Abdi Manaf, putri dari paman Sayidah Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf, putrid dari paman Sayyidah Aminah binti Abdi Manaf, ibunda Rasulullah saw.

Hamzah r.a. memiliki beberapa orang anak dari tiga orang istri, yaitu Ya’la dan Amir (ibu mereka adalah putrid Mallah bin Ubadah dari kaum Anshar), dan Umarah (ibunya adalah Khaulah binti Qais bin Qahdin dari kaum anshar), serta yang terakhir adalah Umamah (ibunya adalah Salma binti Umais saudara perempuan dari Asma’ binti Umais) Umamahh inilah yang diperebutkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a., Ja’far bin Abi Thalib r.a., dan Zaid binHaritsah r.a. Masing-masing dari mereka ingin mengambil Umamah untuk dirawat di rumah mereka.

Ketika Nabi Muhammad saw. Dan sahabat yang bersamanya keluar dari Mekah, setelah pelaksanaan ibadah Umrah pada tahun ketujuh Hijriah, tepatnya satu tahun sebelum penaklukan kota Mekah, Umamah putrid Hamzah r.a. ingin ikut bersama Nabi seraya memanggilnya “pamanku…pamanku…!”

Lantas, Ali bin Abi Thalib r.a. segera menghampiri Umamah dan memegang tangannya, kemudian berkata pada istrinya, Fatimah binti Rasulullah saw.,”Ambillah putri pamanmu ini!” Kemudian Fatimah membawanya.

Dari peristiwa di atas, terjadilah perselisihan antara Ali bin Abi Thalib r.a., Jafar bin Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsah r.a..
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,”Aku yang lebih berhak mengasuh Umamah, karena dia adalah anak dari pamanku.”

Ja’far bin Abi Thalib menjawab,”Dia adalah putri pamanku dan bibinya berada di bawah tanggunganku(2), maka akulah yang lebih berhak.
Zaid bin Haritsah ikut menimpali dengan perkataannya, “Dia itu adalah anak perempuan saudaraku, maka aku juga berhak mengambilnya”(3)

Melihat perselisihan tersebut, Nabi memutuskan bahwa Umamah lebih layak tinggal bersama bibinya, seraya bersabda,
“Posisi seorang bibi itu sama kedudukannya dengan ibu.”

Pada lain kesempatan, Ali pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Mengapa engkau tidak menikahi putrid Hamzah?”nabi menjawab,
“Putri Hamzah itu adalah anak perempuan saudara susuku ”.(4)



(1)Maulah:Budak atau pengikut
(2)Maksudnya:Istrinya (Asma binti Umais r.a.)
(3)Karena Rasulullah telah menjadikan hubungan saudara antara Hamzah r.a. dan Zaid r.a..
(4)Hr Imam Muslim, dalam kitab nikah, hadits 5100

Kamis, 16 Juli 2009

Setetes Madu

Saat itu baginda raja sedang duduk santai mendengar lelucon perdana menterinya. Di sampingnya ada meja yang terhidang beraneka macam buah serta makanan lainnya. Begitu lucunya lelucon perdana menteri hingga baginda raja tertawa tergelak-gelak dan tak sadar tangannya menyenggol piala berisi madu di atas meja. Piala berisi madu tersebut terguling, dan setetes madu terpercik di lantai.

Dengan segera perdana menteri mengeluarkan sapu tangan untuk menyeka tetesan madu tersebut. Namun raja tidak kalah cepat untuk menahannya. “Jangan perdana menteriku,” sabda baginda raja. “Pekerjaan itu terlalu hina bagimu. Biarkan saja, nanti pembantu istana yang membersihkannya. Sekarang lanjutkan saja ceritamu yang menggembirakan itu.”

Perdana menteri kemudian melanjutkan ceritanya, dan mereka berdua segera lupa akan setetes madu yang terpercik di lantai. Sesaat kemudian terbanglah seekor lalat mendekat ke arah meja. Lalat hinggap di lantai, dan menghisap dengan nikmat setetes madu yang jatuh. Kedatangan lalat diintip seekor cicak yang kemudian keluar dari persembunyiannya untuk menyantap lalat. Tetapi malang, gerak gerik cicak terlihat oleh seekor kucing yang sedang bermain di dekat meja.

Tanpa tawar lagi, si kucing menyergap cicak dan memakannya. Ketika sedang nikmatnya si kucing menyantap lalat, datanglah seekor anjing yang segera menyalak menghardik si kucing. Tak ayal lagi terjadilah kejar-kejaran hingga keluar istana antara kedua hewan yang terkenal musuh bebuyutan tersebut.

Suasana menjadi hiruk pikuk oleh suara desisan kucing dan salakan anjing. Wanita pemilik kucing yang melihat kejadian tersebut segera memukul si anjing dengan tongkat kayu. Perbuatan tersebut dilihat oleh seorang wanita yang kebetulan pemilik anjing tersebut.

Pecahlah pertengkaran antara kedua wanita itu. Pertengkarannya sangat ramai hingga suami keduanya merasa perlu turut campur yang akhirnya mengakibatkan perkelahian antara dua keluarga. Paman! Ayah berkelahi dengan tetangga, bantulah.” anak-anak kedua keluarga itu saling memanggil familinya.

Famili kedua keluarga tersebut berdatangan guna memberi bantuan. Perkelahian makin meluas berubah menjadi perang dua famili dan pengikut-pengikutnya. Jalanan menjadi kacau. Hingga akhirnya kabar tersebut sampai ke telinga baginda raja. Baginda raja mengutus barisan pengawal kerajaan untuk membubarkan perkelahian tersebut.

Barisan pengawal berusaha meleraikan, tapi usaha mereka nihil, bahkan beberapa pengawal terluka oleh senjata yang digunakan dalam perkelahian. Akhirnya barisan pengawal menghunuskan tombak sebagai usaha meleraikannya. Kejadian tersebut sangat mengejutkan rakyat. Bangkitlah kemarahan rakyat.

Orang-orang yang tadinya berperang segera bersatu. Mereka sepakat untuk melawan raja yang dianggapnya zhalim tersebut. Bersama-samalah mereka menyerang istana. Terjadilah perang besar-besaran guna memberontak kezhaliman raja. Hingga akhir cerita sang baginda raja digulingkan dari tahtanya dan dipenjarakan atas kehendak rakyatnya sendiri.

Kisah tersebut adalah sebuah dongeng dari Birma. Memang ceritanya terdengar sedikit absurd, akan tetapi ada hal penting yang patut kita jadikan hikmah. Hal penting tersebut tak lain adalah kepekaan kita untuk tidak menunda suatu perbuatan baik, dan tidak menganggap suatu masalah kecil yang remeh dapat kita tinggalkan.

Seperti dongeng tersebut, masalah begitu kecil yang ditinggalkan ternyata dapat menjadi “bom waktu” yang suatu saat dapat meledak dan membahayakan diri kita sendiri. Sama halnya dengan menunda suatu perbuatan baik. Logikanya, suatu perbuatan baik, tentu akan dibalas dengan perbuatan baik pula. Walaupun hal itu tidak dibalas oleh manusia yang bersangkutan, pastinya Tuhan telah mencatat poin khusus bagi perbuatan kita. Berhubung masih dalam suasana Ramadhan nih, apa salahnya sih kita segera menyelesaikan masalah-masalah kecil kita, dan menyegerakan pelaksanaan niat baik yang mungkin sudah lama tertunda. Semoga bermanfaat ^^