Rabu, 29 Juli 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (3)

Kisah Masuk Islam Hamzah r.a.

Pada suatu hari , Abu Jahal Abu al-Hakam Amr bin Hisyam bertemu dengan Rasulullah saw. di dekat bukit Shafa. Karena kebenciannya terhadap Islam, Abu Jahal menyakiti dan mencaci Rasulullah saw.. Selain itu, ia juga menghina dan merendahkan Islam serta ajarannya. Namun, Rasulullah hanya diam dan tidak menghiraukannya.

Melihat tidak ada respon dari Rasulullah, Abu Jahal memukul kepala beliau dengan batu dan melukainya hingga kepalanya mengalirkan darah. Kemudian, Abu Jahal pergi meninggalkan Rasulullah saw. Menuju tempat perkumpulan kaum Quraisy di dekat Ka’bah dan duduk bersama mereka.

Di saat yang bersamaan, seorang budak milik Abdullah bin Jad’an yang tinggal di bukit Shafa mendengar dan melihat kejadian tersebut. Kemudian, ketika ia menjumpai Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. yang pada saat itu masih musyrik seperti kaumnya, kebetulan ia baru saja kembali dari berburu dan masih membawa anak panah. Budak itu langsung menceritakan kepada Hamzah tentang kejadian yang ia lihat dan juga perlakuan buruk Abu Jahal terhadap Rasulullah saw..

Mendengar berita itu, Hamzah r.a., yang pada saat itu merupakan seorang pemuda terkuat dan paling tangguh di kalangan Quraisy, sangat marah.
Ia langsung pergi mengejar Abu Jahal. Tidak ada seoang pun yang diincarnya kecuali Abu Jahal, dan jika saja ia bertemu Abu Jahal maka ia akan langsung menghajarnya.

Ketika Hamzah memasuki Masjidil Haram, ia melihat Abu Jahal sedang duduk ditengah-tengah kaumnya. Lantas, dengan sigap, Hamzah segera berjalan menuju tempat Abu Jahal duduk, dan setelah ia berdiri tepat di hadapan Abu Jahal, ia mengambil anak panah dan menusuk Abu Jahal dengan anak panah tersebut hingga melukainya. Kemudian, Hamzah r.a. berkata, “Kenapa kamu mencaci Muhammad padahal aku berada dalam agamanya. Aku membenarkan apa yang ia katakan. Ingatlah, lawanlah aku jika kamu menganggap dirimu pemberani!!”

Melihat hal tersebut, beberapa orang dari Bani Makhzum, yaitu penduduk satu daerah dengan Abu Jahal menjadi marah, dan mereka mencoba menghentikan pukulan Hamzah untuk menolong Abu Jahal dari serangan Hamzah berikutnya, sambil berkata, “Hamzah! Kami menganggapmu telah keluar dari golongan kami.”

Mendengar perkataan itu, Hamzah r.a. segera menjawab,”Siapa saja yang melarangku, sungguh jelas balasannya nanti. Karena aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan apa yang ia katakan adalah kebenaran, maka aku tidak akan memusuhinya. Halangilah diriku jika kamu menganggap dirimu orang yang benar.”

Akhirnya, Abu Jahal berkata, ”Tinggalkan Abu Umarah! Memang aku telah menghina keponakannya dengan hinaan yang sangat buruk.

Senin, 27 Juli 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (2)

Lamaran Hamzah kepada Khadijah untuk Rasulullah saw.

Khadijah binti Khuwailid adalah seorang pengusaha wanita yang memiliki kemuliaan dan kekayaan. Khadijah mempekerjakan para kaum lelaki dengan system bagi hasil. Ketika Khadijah mendengar berita tentang kejujuran, kesungguhan Nabi dalam mengemban amanah, serta kemuliaan budi pekertinya, Khadijah langsung meminta Nabi untuk pergi ke negeri Syam dengan membawa barang dagangannya,dengan ditemani pembantunya yang bernama Maysarah. Selain itu, ia juga memberikan Rasulullah saw. Kepercayaan yang lebih dibandingkan kepercayaannya kepada pekerja lainnya.

Rasulullah saw. Menerima tawaran Khadijah dan pergi berdagang dengan barang dagangan tersebut bersama Maysarah, hingga sampai di negeri Syam. Sesampainya di sana, Rasulullah berteduh di bawah pohon yang dekat dengan tempat bertapa para pendeta. Ketika Rasulullah sedang beristirahat, seorang pendeta menghampiri Maysarah dan bertanya kepadanya,”Siapa laki-laki yang sedang berteduh di bawah pohon itu?” Maysarah menjawab,”Laki-laki itu adalah orang Quraisy dari tanah Haram.” Mendengar jawaban tersebut , pendeta itu langsung berkata kepada Maysarah, ”Lelaki yang sedang berteduh di bawah pohon itu adalah seorang Nabi.”

Di negeri Syam, Rasulullah saw. menjual dagangan yang beliau bawa dan juga membeli barang-barang yang beliau inginkan.

Ketika Rasulullah saw. kembali ke kota Mekah, beliau langsung menghadap Khadijah r.a. dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda. Tanpa sepengetahuan Rassulullah, Maysarah menceritakan kepada perkataan seorang pendeta tentang Rasulullah dan kejadian-kejadian luar biasa yang ia lihat pada diri Rasulullah saw.

Khadijah r.a. adalah seorang wanita yang tegas, mulia, cerdas, serta memiliki sifat-sifat mulia lainnya. Ketika Maysarah menceritakan kepadanya tentang berbagai kelebihan yang ada pada diri Rasulullah seraya berkata kepadanya,”Sepupuku…!, sungguh aku suka kepadamu karena sifat kekerabatanmu, kemuliaanmu di antara kaummu, sifat amanah , keluhuran budi pekerti dan kejujuran bicaramu”. Khadijah mengungkapkan rasa kagumnya kepada Rasulullah saw. Padahal ia adalah seorang wanita Quraisy yang paling tinggi kedudukannya, baik dari segi keturunan maupun kekayaan. Sebenarnya banyak sekali lelaki dari kaum Quraisyy yang ingin melamar Khadijah.

Setelah Khadijah mengungkapkan isi hatinya kepada Rasulullah, Rasulullah langsung menyampaikan hal tersebut kepada paman-pamannya. Walaupun sebagai seorang paman, Hamzah r.a. mengenal Muhammad bukan hanya sebagai keponakan saja, tetapi juga ia mengenal Muhammad sebagai seorang saudara dan teman dekat. Karena Rasulullah dan Hamzah merupakan satu generasi dan umur mereka berdekatan sehingga mereka tumbuh, bermain dan menjalin persaudaraan dalam kebersamaan.

Dengan kedekatannya itu, Hamzah r.a. langsung merespon apa yang Rasulullah ungkapkan dan langsung menemaninya untuk mendatangi Khuwailid bin Asad dengan maksud meminang putrinya untuk Rasulullah saw. Dengan lamaran tersebut Rasul menikahi Khadijah.

Minggu, 26 Juli 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (1)

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a.
Pemimpin Para Syuhada’ dan Paman Nabi saw.


Siapakah dia?

Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayy, keturunan asli suku Quraisy dari keluarga Bani Hasyim. Hamzah adalah seorang pahlawan medan pertempuran, singa Allah dan Rasul-Nya saw. Selain itu, ia juga merupakan paman Nabi saw dan saudara susunya, karena keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah maulah(1) Abu Lahab. Hamzah biasa dipanggil dengan nama Abu Umarah dan Abu Ya’la.

Ibunda Hamzah bernama Halah binti Uhaib bin Abdi Manaf, putri dari paman Sayidah Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf, putrid dari paman Sayyidah Aminah binti Abdi Manaf, ibunda Rasulullah saw.

Hamzah r.a. memiliki beberapa orang anak dari tiga orang istri, yaitu Ya’la dan Amir (ibu mereka adalah putrid Mallah bin Ubadah dari kaum Anshar), dan Umarah (ibunya adalah Khaulah binti Qais bin Qahdin dari kaum anshar), serta yang terakhir adalah Umamah (ibunya adalah Salma binti Umais saudara perempuan dari Asma’ binti Umais) Umamahh inilah yang diperebutkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a., Ja’far bin Abi Thalib r.a., dan Zaid binHaritsah r.a. Masing-masing dari mereka ingin mengambil Umamah untuk dirawat di rumah mereka.

Ketika Nabi Muhammad saw. Dan sahabat yang bersamanya keluar dari Mekah, setelah pelaksanaan ibadah Umrah pada tahun ketujuh Hijriah, tepatnya satu tahun sebelum penaklukan kota Mekah, Umamah putrid Hamzah r.a. ingin ikut bersama Nabi seraya memanggilnya “pamanku…pamanku…!”

Lantas, Ali bin Abi Thalib r.a. segera menghampiri Umamah dan memegang tangannya, kemudian berkata pada istrinya, Fatimah binti Rasulullah saw.,”Ambillah putri pamanmu ini!” Kemudian Fatimah membawanya.

Dari peristiwa di atas, terjadilah perselisihan antara Ali bin Abi Thalib r.a., Jafar bin Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsah r.a..
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,”Aku yang lebih berhak mengasuh Umamah, karena dia adalah anak dari pamanku.”

Ja’far bin Abi Thalib menjawab,”Dia adalah putri pamanku dan bibinya berada di bawah tanggunganku(2), maka akulah yang lebih berhak.
Zaid bin Haritsah ikut menimpali dengan perkataannya, “Dia itu adalah anak perempuan saudaraku, maka aku juga berhak mengambilnya”(3)

Melihat perselisihan tersebut, Nabi memutuskan bahwa Umamah lebih layak tinggal bersama bibinya, seraya bersabda,
“Posisi seorang bibi itu sama kedudukannya dengan ibu.”

Pada lain kesempatan, Ali pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Mengapa engkau tidak menikahi putrid Hamzah?”nabi menjawab,
“Putri Hamzah itu adalah anak perempuan saudara susuku ”.(4)



(1)Maulah:Budak atau pengikut
(2)Maksudnya:Istrinya (Asma binti Umais r.a.)
(3)Karena Rasulullah telah menjadikan hubungan saudara antara Hamzah r.a. dan Zaid r.a..
(4)Hr Imam Muslim, dalam kitab nikah, hadits 5100

Kamis, 16 Juli 2009

Setetes Madu

Saat itu baginda raja sedang duduk santai mendengar lelucon perdana menterinya. Di sampingnya ada meja yang terhidang beraneka macam buah serta makanan lainnya. Begitu lucunya lelucon perdana menteri hingga baginda raja tertawa tergelak-gelak dan tak sadar tangannya menyenggol piala berisi madu di atas meja. Piala berisi madu tersebut terguling, dan setetes madu terpercik di lantai.

Dengan segera perdana menteri mengeluarkan sapu tangan untuk menyeka tetesan madu tersebut. Namun raja tidak kalah cepat untuk menahannya. “Jangan perdana menteriku,” sabda baginda raja. “Pekerjaan itu terlalu hina bagimu. Biarkan saja, nanti pembantu istana yang membersihkannya. Sekarang lanjutkan saja ceritamu yang menggembirakan itu.”

Perdana menteri kemudian melanjutkan ceritanya, dan mereka berdua segera lupa akan setetes madu yang terpercik di lantai. Sesaat kemudian terbanglah seekor lalat mendekat ke arah meja. Lalat hinggap di lantai, dan menghisap dengan nikmat setetes madu yang jatuh. Kedatangan lalat diintip seekor cicak yang kemudian keluar dari persembunyiannya untuk menyantap lalat. Tetapi malang, gerak gerik cicak terlihat oleh seekor kucing yang sedang bermain di dekat meja.

Tanpa tawar lagi, si kucing menyergap cicak dan memakannya. Ketika sedang nikmatnya si kucing menyantap lalat, datanglah seekor anjing yang segera menyalak menghardik si kucing. Tak ayal lagi terjadilah kejar-kejaran hingga keluar istana antara kedua hewan yang terkenal musuh bebuyutan tersebut.

Suasana menjadi hiruk pikuk oleh suara desisan kucing dan salakan anjing. Wanita pemilik kucing yang melihat kejadian tersebut segera memukul si anjing dengan tongkat kayu. Perbuatan tersebut dilihat oleh seorang wanita yang kebetulan pemilik anjing tersebut.

Pecahlah pertengkaran antara kedua wanita itu. Pertengkarannya sangat ramai hingga suami keduanya merasa perlu turut campur yang akhirnya mengakibatkan perkelahian antara dua keluarga. Paman! Ayah berkelahi dengan tetangga, bantulah.” anak-anak kedua keluarga itu saling memanggil familinya.

Famili kedua keluarga tersebut berdatangan guna memberi bantuan. Perkelahian makin meluas berubah menjadi perang dua famili dan pengikut-pengikutnya. Jalanan menjadi kacau. Hingga akhirnya kabar tersebut sampai ke telinga baginda raja. Baginda raja mengutus barisan pengawal kerajaan untuk membubarkan perkelahian tersebut.

Barisan pengawal berusaha meleraikan, tapi usaha mereka nihil, bahkan beberapa pengawal terluka oleh senjata yang digunakan dalam perkelahian. Akhirnya barisan pengawal menghunuskan tombak sebagai usaha meleraikannya. Kejadian tersebut sangat mengejutkan rakyat. Bangkitlah kemarahan rakyat.

Orang-orang yang tadinya berperang segera bersatu. Mereka sepakat untuk melawan raja yang dianggapnya zhalim tersebut. Bersama-samalah mereka menyerang istana. Terjadilah perang besar-besaran guna memberontak kezhaliman raja. Hingga akhir cerita sang baginda raja digulingkan dari tahtanya dan dipenjarakan atas kehendak rakyatnya sendiri.

Kisah tersebut adalah sebuah dongeng dari Birma. Memang ceritanya terdengar sedikit absurd, akan tetapi ada hal penting yang patut kita jadikan hikmah. Hal penting tersebut tak lain adalah kepekaan kita untuk tidak menunda suatu perbuatan baik, dan tidak menganggap suatu masalah kecil yang remeh dapat kita tinggalkan.

Seperti dongeng tersebut, masalah begitu kecil yang ditinggalkan ternyata dapat menjadi “bom waktu” yang suatu saat dapat meledak dan membahayakan diri kita sendiri. Sama halnya dengan menunda suatu perbuatan baik. Logikanya, suatu perbuatan baik, tentu akan dibalas dengan perbuatan baik pula. Walaupun hal itu tidak dibalas oleh manusia yang bersangkutan, pastinya Tuhan telah mencatat poin khusus bagi perbuatan kita. Berhubung masih dalam suasana Ramadhan nih, apa salahnya sih kita segera menyelesaikan masalah-masalah kecil kita, dan menyegerakan pelaksanaan niat baik yang mungkin sudah lama tertunda. Semoga bermanfaat ^^