Minggu, 02 Agustus 2009

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (4)

Berpikir dan Merenung

Setelah kejadian tersebut, Hamzah r.a. kembali ke rumahnya. Kemudian, setan datang menggoda dan berkata kepadanya, “ Kamu adalah pemimpin Quraisy! Kenapa kamu mengikuti ajaran anak laki-laki itu (Muhammad) dan meninggalkan agama nenek moyangmu? Sepertinya kematian itu lebih baik bagi mu dari apa yang telah kamu perbuat.”

Kemudian, Hamzah r.a. berbalik bertanya kepada dirinya sendiri, “Apa yang telah aku perbuat?” Lalu ia mengulang-ngulang memori dalam pikirannya tentang kejadian yamg baru saja terjadi. Bagaimana ia menyatakan keislamannya? dan kapan?

Hamzah r.a. menyatakan beriman dalam keadaan spontan karena perasaan antusias, bercampur marah, dan atas dorongan emosi. Ia merasa sakit hati ketika keponakannya disiksa dan diperlakukan tidak adil, tanpa ada seorang pun yang menolongnya. Oleh karena itu, ia sangat marah. Demi menjaga kemuliaan Bani Hasyim, ia berani melukai kepala Abu Jahal dan berteriak menyatakan masuk Islam di hadapannya. Memang pada kenyataannya ia tidak pernah meragukan kebenaran dankesucian tujuan keponakannya, Muhammad saw.. Akan tetapi, apakah mungkin, seseorang dapat dengan mudahnya menerima agama baru dengan semua bentuk tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam waktu sekejap dan dalam keadaan emosi seperti yang ia lakukan.

Hamzah r.a. adalah sahabat yang terkenal memiliki akal yang cerdas dan kecondongan hati yang lurus. Karena itu, dalam setiap masalah ia selalu berusaha untuk menyelesaikan dengan pikiran yang jernih dan dengan pertimbangan yang matang.

Akhirnya, ia menghadapkan wajahnya ke langit. Dengan keadaan merendahkan diri dan sepenuh hati, ia memohon kepada Allah SWT. Dan berdoa, “Ya Allah ya Tuhanku, jika ini adalah petunjuk dari-Mu maka teguhkanlah hatiku. Namun jika bukan, maka tunjukkanlah hamba-Mu ini jalan keluar yang terbaik.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar